Senin, 02 Maret 2015

Revolusi Pendidikan di Siantar-Simalungun

Ide besar kegiatan ini adalah tentang transformasi peradaban di Pematangsiantar dan Simalungun. Kondisi di sana cukup mengerikan sebenarnya, namun terasa biasa saja kalau dipandang dari kacamata sebagian besar penduduk yang seumur hidupnya berada di sana. Tidak ada penyakit sama sekali. Kami pun dulunya berpikiran demikian. Sebagaimana pepatah: Life’s good, La vita é Bella.
Namun pandangan itu jauh berubah setelah kami merantau dan mulai melakukan ‘studi banding’ kondisi masyarakat antara kota-kota yang pernah didiami semasa kuliah dan negara-negara yang disinggahi selama kerja 2-3 tahun terakhir. Something has to be changed!
Peradaban di Siantar-Simalungun ini sedang sakit, yaitu sakit ragawi (infrastruktur, sistem-sistem sosial) dan sakit jiwa. Well, untuk ragawi, siapalah kami pemuda-pemudi ini. Kami tak dikenal, bukan manusia kaya raya, dan sebagainya. Kami belum punya kapasitas untuk melakukan sesuatu dalam usaha transformasi ragawi tadi. Lalu masuklah kami ke ranah jiwa, psikologis atau sesuatu yang erat kaitannya dengan akhlak dan karakter. Kami merasa bisa berbuat sesuatu dan jelas: There is a big room for improvement.
Dr. Kartini Kartono pernah mengatakan bahwa orang yang paling sakit mentalnya adalah orang yang paling merasa tidak punya masalah mental. Maka kami pun tidak merasa heran kalau sebagian besar penduduk di Pematangsiantar-Simalungun merasa semua baik-baik saja, because corruption is the way it is.
Kita ada di peradaban yang mewarisi mental feodalisme, mentalitas budak dan terbiasa mencari jalan keluar dengan menjilat pejabat, mafia, atau siapapun yang berkuasa. Hal yang sama digambarkan dengan sangat apik oleh Dr. Robert Putnam lewat studinya tentang perbandingan peradaban Italia Utara dan Selatan.
Terusik dengan keadaan itu, kami pun memutuskan perang! Perang yang tak kelihatan, perang yang panjang dan melelahkan. Untuk memulainya, kami memilih dunia pendidikan sebagai arena pertempuran. Tempat di mana segala sesuatu dimungkinkan. Jika transformasi peradaban mampu dibayangkan, maka pastilah mampu direalisasikan. Memang lapangan pendidikan saat ini belum rata, masih jauh untuk mengharapkan kemenangan. Namun bukan berarti itu jadi alasan untuk berpangku tangan.
Langkah itu kami mulai dengan penuh kegentaran hati, melalui pendirian lembaga motivasi belajar yang berbasiskan etos pendidikan. Lembaga motivasi ini bertujuan untuk membina, melatih, dan mengutus anak-anak sekolah, mulai kelas 6 SD sampai 3 SMP untuk menjadi agen-agen perubahan di lingkungannya lewat impian, motivasi yang tinggi untuk sukses, dan mental bekerja keras.
Lembaga ini bernama Sopo Helios, dimana Sopo berasal dari  bahasa Batak, yang berarti tempat peristirahatan/persinggahan sementara dan Helios berasal dari Mitologi Yunani yang berarti Matahari sebagai sumber pencerahan, energi, dan terang. Kami berharap lembaga belajar ini dapat membekali dan membentuk anak-anak muda Pematangsiantar-Simalungun menjadi kumpulan pejuang yang berjuang untuk mimpi-mimpinya sehingga pelan namun pasti dapat memutus rantai generasi frustrasi.

Seminar Pendidikan Sebagai Langkah Awal

Sopo Helios ikut ambil bagian sebagai der panzer dalam perang yang tak kelihatan ini. Dengan kesamaan visi dan keterbebanan yang besar akan transformasi dunia pendidikan, salah satu trainer Pengajar Muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar ikut serta menawarkan bantuan untuk membentuk pola pikir dan visi yang benar akan filosofi pendidikan serta metode pengajaran yang aktif dan konstruktif.
Lewat kolaborasi yang apik, Sopo Helios mengirimkan salah satu agen perubahannya (baca: Staf Pengajar) untuk menimba ilmu dalam proses penggodokan Pengajar Muda yang akan dikirim ke pelosok-pelosok tanah air. Dan sekembalinya dari kamp pelatihan tersebut, agen tersebut kembali ke Pematangsiantar untuk mewariskan ilmu dan metode yang diperoleh.

IMG_2420087568514

Untuk menyukseskan misi ini, kami mencoba melakukan berbagai hal. Kerja sama dengan berbagai pihak dicapai dengan skala yang lebih masif dan profesional. Dua orang pakar pendidikan dasar dan menengah diminta untuk datang ke Pematangsiantar untuk ambil bagian dalam perang ini.
Bapak Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah dan Kebudayaan pernah berujar untuk memuliakan para guru dan menjadikan mereka sebagai harta karun bangsa. Ujaran ini sangat sederhana namun berimplikasi luas dan jangka panjang. Transformasi peradaban harus dimulai dari para pendidik, sesuatu yang pernah dilakukan oleh Kaisar Hirohito di Jepang pasca pengeboman Nagasaki dan Hiroshima.
Maka dengan dasar pemikiran di atas, Sopo Helios memulai sebuah pertempuran genting bertajuk “Memanusiakan Manusia” lewat sebuah Seminar Nasional yang mengundang  sekitar 500 orang Guru dari Kota Pematangsiantar dan Kabupaten Simalungun. Seminar ini bertujuan untuk memberikan wawasan tentang situasi pendidikan Indonesia dan tantangan-tantangannya di Abad XXI ini.
Lewat dua sesi materi, guru-guru daerah ini dibekali dengan pemaparan level nasional oleh para pakar pendidikan yang kredibel dan diakui secara nasional. Jika ada sesuatu yang bisa dilakukan untuk memuliakan para guru, maka membawa para pakar ini ke hadapan mereka adalah salah satu cara terbaik.

IMG_2392643689500
Tak berhenti di seminar, rangkaian kegiatan pun dilanjutkan dengan Pelatihan berdurasi 2 hari untuk 100 guru yang terbilang muda (≤ 40 tahun). Guru-guru ini akan mengikuti kelas pelatihan Active Learning (bagi Guru-guru SD) dan kelas pelatihan Character Building (bagi Guru-guru SMP), dilayani dengan 8 sesi berkualitas dan intensif, dan nantinya diutus untuk “berjihad” dalam memperbaiki kualitas metode pengajaran di sekolahnya masing-masing.
Seminar dan pelatihan guru-guru ini adalah langkah vital yang harus diambil dalam perang yang tak kelihatan ini. Maka dengan bekal pemikiran di atas, kami tak gentar berhadapan muka dengan muka dengan Bupati dan Walikota beserta jajarannya. Mengingat pentingnya acara ini, dengan penuh kepercayaan diri kami juga mengajak Dinas Pendidikan daerah untuk bekerja sama secara profesional, tanpa meminta biaya dari Pemkab dan Pemko tersebut.
Kenapa? Ada hal-hal yang perlu diajarkan dengan kekuatan penuh kepada para penguasa di daerah ini. Uang adalah materi yang sangat sensitif, oleh karena begitu banyaknya pihak yang seolah-olah ingin mengkritisi sosio-kultural lewat lembaga-lembaga tertentu, namun sikap kritis tersebut langsung luntur dan hilang tak berbekas hanya dengan sogokan uang Rp 20.000,00 saja. Maka kami pun memutuskan TIDAK untuk bantuan dana dari pemerintah!
“Pertempuran” lewat Seminar Pendidikan dan Pelatihan Guru ini pun didanai lewat sebuah konsep yang elegan nan santun. Kami melibatkan korporasi dan sahabat-sahabat perantau asal Siantar-Simalungun untuk berbagi dalam hal dana. Instansi seperti Bank Indonesia sampai perusahaan ritel tak mau ketinggalan berkontribusi lewat dana. Lalu donasi berdatangan tanpa henti mulai dari sahabat terdekat sampai kepada filantropi anonim yang berhati Superhero.
Luar biasa! Perang yang tak kelihatan ini mendapat dukungan yang melebihi ekspektasi kami. Ternyata di luar sana, putra-putri daerah Pematangsiantar-Simalungun juga merasakan kegelisahan yang kami rasakan juga di Sopo Helios Education Centre ini.
Beberapa perusahaan lokal pun menangkap impian kami. Secara sukarela, kami datang ke kantor-kantor mereka untuk berbagi motivasi, pengalaman bekerja secara profesional di level internasional, dan memberikan pelatihan etos kerja profesional, semua demi transformasi kualitas manusia Pematangsiantar-Simalungun lewat transformasi etos kerja.
Dalam satu kalimat, mimpi kami adalah:
Mewujudkan Siantar-Simalungun yang berbudaya, bercita-rasa, dan berkarya!

IMG_2430749304851

Tidak ada komentar:

Posting Komentar